CERITA ASIK DEWASA – Pengalaman Pertamaku (2)

16 April 2009

Pengalaman Pertamaku (2)

Widya bangkit dari tubuhku, dia berdiri di atasku dan tanpa malu-malu lagi Widya melorotkan sendiri celana pendek yang dikenakannya sekaligus celana dalamnya, namun kaosnya tidak ikut dilepas. Melihat aksi wanita cantik itu, aku hanya bengong dan berkali-kali menelan ludah menahan nafsu yang kian memburu. Lalu tanpa diduga, Widya berdiri tepat di atas wajahku yang masih tiduran di lantai, dikangkanginya kedua kaki jenjang miliknya itu, hingga bulu-bulu lebat di sekitar selangkangannya jelas terlihat. Juga terlihat menyempil secuil daging kemerahan menutupi lubang kemaluan milik Widya yang sangat indah. Sepertinya Widya membiarkanku menikmati sesaat pemandangan indah yang baru kali ini kunikmati.

Sambil tersenyum, perlahan Widya menurunkan tubuhnya, berjongkok di atas dadaku. Sudah ratusan kali aku menelan ludahku sendiri menahan gejolak gairah yang benar-benar baru pertama kali sensasi yang diperlihatkan wanita seperti ini dalam hidupku. Dengan posisi dimana Widya duduk di atas dadaku, kemaluan Widya yang hangat dengan bulunya yang lebat dan sedikit kebasahan terasa menyentuh kulit di dadaku. Perlahan dibuka kedua pahanya semakin melebar, memperlihatkan semakin jelas bentuk kemaluan seorang wanita, karena kemaluan Widya sekarang hanya berjarak sekitar 10 cm di depan wajahku.

Kuperhatikan dengan seksama, “Ooo, begini toh memek cewek itu..!” kataku dalam hati.
Tampak jelas sekarang secuil daging kemerahan yang tadi terlihat, yang ternyata adalah bentuk dari bibir luar kemaluan wanita. Terlihat sedikit terbuka, memperlihatkan bibir bagian dalam lubang kemaluan milik Widya tersebut. Sementara di bagian pucuk atas bibir kemaluan itu bertengger dengan indahnya secuil daging berwarna merah muda menonjol keluar. Aku menduga ini pasti klitoris atau kelentit wanita.

Ada sekitar 3 menit aku terpana memperhatikan semua pemandangan dahsyat yang baru kali ini kunikmati dalam hidupku.
“Aduuhh..!” aku menjerit kecil kaget ketika tangan Widya mencubit pipiku.
“Iiihh.., kamu ngeliatin apa sih Pram..?” Widya bertanya pura-pura tidak tahu.
Wajahku terasa panas menahan malu.
“Cuma mau dilihatin aja ya..?” kembali Widya membuatku sedikit kikuk.
“Eehh.. ohh.. nggak, habis punya kamu bagus sih..!” aku menjawab sekenanya, karena tidak tahu apa yang harus kukatakan.
“Ah masa sih..?” sahutnya, lalu seperti memancing gairah kelakianku, jari telunjuk di tangan Widya mengusap-usap bagian klitorisnya sendiri, dipelintir sedemikian rupa hingga sepertinya benda kecil di kemaluan Widya itu tambah mencuat keluar.

“Masa sih memekku bagus heh..? Bagus apanya..? Kalau bagus kok cuma diliatin aja..? Heh..?” Widya menyambung perkataannya. Perlahan Widya menggerakkan pantatnya beringsut ke depan, menyodorkan kemaluannya seperti dipersembahkan kepada mulut dan bibirku. Sekarang jarak liang vagina Widya dengan wajahku hanya tinggal sekitar 5 cm. Dan kontan merebak aroma khas kemaluan seorang wanita menusuk hidungku. Sebuah aroma dan bau yang juga baru kali ini aku rasakan. Begitu harum dan lembut seperti bau daun pandan. Sesaat aku memejamkan mata menikmati aroma yang tercium lembut, gurih menembus hidungku.

“Iiihhh.., nih anak..! Ngapain sih..? Kayaknya kok dari tadi cuma ngeliatin aja, sekarang cuma mencium baunya aja..!” suara Widya sontak membuyarkan lamunanku.
Kulihat wajahnya terlihat cemberut. Aku tersenyum melihat ulahnya.
“Iya Mbak! Mosok nggak boleh sih aku menikmati dulu harumnya kemaluan Mbak..? Beneran kok Mbak, memek Mbak haruummm… banget..!” aku mencoba merayu Widya.
Langsung ditanggapi olehnya, “Iya apa..?! Tapi katanya mau mencoba ngerasain, kok didiamkan aja, lagian… Ooouuhh Pram..! Ouufffsshh… aduhh nakal kamu..! Yaahh.., gitu dong… sshhttt..!” omongan Widya terputus begitu aku mulai mengangkat kepalaku guna menjulurkan lidahku dan menjilat bibir luar kemaluannya, karena aku sendiri sebenarnya sudah tidak sabar ingin segera merasakan dan mencicipi bagaimana sih rasa kemaluan wanita.

Lubang kemaluan Widya yang sudah setengah merekah itu begitu mengundang hasratku untuk menyusupkan lidahku ke dalamnya. Perlahan kusapu bibir kemaluan Widya bagian bawah, dan.. eehh ternyata ada sedikit kebasahan disitu, sejenak kukecap kebasahan berupa lendir bening yang dikeluarkan liang surga milik Widya itu.
“Hhmmm.., lezat sekali..!” kataku dalam hati sambil meresapinya.
“Ehh Mbak, eee.. enak juga ya Mbak..?” ujarku sambil menikmati rasa gurih lendir itu.
Sambil merintih manja, Widya menyahut, “Ouuhh Pram.., itu baru lendir pelumas aja, coba deh nanti.. oohh.. sstt.. kamu akan tambah menikmati lendir yang keluar kalau aku orgasme nanti, makanya kamu harus berusaha membuatku puas, Pram..!”
Sementara pahanya dibuka semakin lebar memberi ruang gerak lebih leluasa buat lidah dan mulutku bergerak.

Kembali aku menjulurkan lidahku menyusup diantara belahan bibir kemaluan Widya sambil dibantu oleh jari-jarinya yang menguakkan belahan itu semakin lebar.
“Oouuhh… oouufff.. ssttt.., yah begitu sayanggg… terus masukkan lidah kamu lebih dalam..! Yaahhh.. teruusss.. ooughh..” erangan Widya terdengar lembut dan bergairah menikmati sentuhan lidahku.
Apalagi petualangan lidahku mulai menyentuh secuil daging kelentit yang sudah terasa semakin keras mencuat keluar dan membuat Widya merintih keras.
“Prammm.., yahhh.. betull..! Teruss.., yang lembut sayanggg..! Ooufff… eessshhhttt… ssttt.. edann..! Enak banget..! Aduuhhh.., eesshhh… kamu ternyata.. uuufff… ternyata pintar juga… eesshhttt…” desahnya tidak berhenti.
Sebenarnya aku hanya mempraktekkan apa yang selama ini kulihat di film BF, bagaimana cara perlakuan oral sex pada liang kemaluan wanita.

Kembali terasa di lidahku lendir yang keluar dari liang kemaluan Widya semakin banyak. Oohhh Tuhan! Ternyata betapa nikmatnya rasa lendir kemaluan wanita itu. Aroma harum kemaluan milik Widya semakin tajam menusuk hidungku seiring semakin banyaknya lendir itu membanjir keluar dan membuatku semakin bernafsu terus menjilati seantero kemaluan Widya, terutama klitoris yang berwarna merah muda itu memang sangat membangkitkan hasratku untuk lebih bernafsu menjilatinya. Daging kelentit itu terus kusentil dengan lidahku dengan irama yang teratur, baik ke samping maupun ke atas dan ke bawah.
“Adduuuhhh… Praaammm… eesshhhttt… pintar sekali kamu..! Yahhhh begitu.., teruusss… duhh Gusti.. nikmat sekali..! Adduuhh.., kayaknya aku mau sampai nih..! Terusss…!” rintihan Widya terdengar semakin keras, dan malah sekarang seperti menjerit kecil, apalagi entah perintah dari siapa, aku yang tadi membuat gerakan menjilat, sekarang mulai memagut kelentit itu dan langsung kukulum layaknya mengulum permen.

Kukulum dan kuemut dengan mulutku daging kelentit milik Widya dengan gemas bercampur nafsu. Kontan tubuh Widya kelojotan, menggelinjang hebat merasakan nikmat yang amat sangat di pusat kenikmatan yang terletak pada kelentitnya. Bongkahan pantat milik Widya yang tadi menduduki dadaku, entah refleks atau apa, sekarang semakin maju dan aku yang tadi agak mengangkat kepala untuk menggarap kemaluannya dengan mulutku, sekarang bisa bersandar pada bantalan sofa di lantai, karena bongkahan pantat Widya sekarang tepat di atas kepalaku. Sekarang posisi tubuh Widya duduk bersimpuh yang mana kepalaku otomatis tenggelam di jepitan kedua pangkal pahanya.

Posisi demikian terus terang membuatku sulit bernafas, apalagi mulutku masih terus mengulum dengan buasnya daging kelentit milik Widya yang sepertinya terasa semakin tegang dan keras.Sementara dari sela-sela bulu kemaluannya, aku masih sempat melihat kedua tangan Widya meremas-remas kedua payudaranya seperti berusaha menambah rangsangan terhadap dirinya. Terlihat juga kepala Widya mendongak ke atas dan kedua bola matanya mendelik-delik serta pupil hitam di matanya sudah tidak terlihat, hanya terlihat warna putihnya saja.
“Prammm.. enngg… ooouukkhhh… essstthhh… Ya ampun Tuhann..! Adduuuhh.. yyaaahhh… sedikit lagi… yahhh.. uufff… kkhh.. kk.. ka.. kamu ingin merasakan.., ouuhhh… ingin mencicipi lendirku kaann..? Yaahhh… sedikit lagi… dikiiit lagi sayaaanggg..! Makanya.., uughhh… emut terus..! Adduuhhh.., lebih keras lagi. Yaahhh.., terus hisap.., teruusss… emut yang kuat sayang, yaahhh begitu..!” jeritan dan rintihan kenikmatan Widya terdengar putus-putus, sementara aku terus menghisap sambil menarik-narik kuat kelentit itu masuk ke dalam mulutku.

Dan tiba-tiba suara desahan itu berhenti. Sama sekali tidak terdengar jeritan maupun rintihan Widya, yang ada hanya tubuhnya bergetar hebat, kelojotan yang membuat pantat dan pinggulnya bergoyang kesana kemari, namun pagutan dan hisapan mulutku pada kelentitnya tetap tidak kulepaskan, mau tidak mau kepalaku ikut bergerak mengikuti gerakan liar bongkahan pantatnya,padahal tanganku yang dari tadi meremas-remas bongkahan pantat milik Widya itu sudah berusaha menahan gerakan liarnya itu. Aku tetap bertekad mempertahankan posisi mulutku menghisap dan memagut daging kelentit Widya.

Semenit kemudian kelojotan tubuh Widya terhenti, yang kurasakan tubuhnya meregang hebat, kedua pahanya kejat-kejat menghimpit kuat kepalaku yang membuatku sangat sulit untuk bernafas, namun aku rela menahan nafas hanya untuk menanti apa yang terjadi pada saat-saat dimana Widya akan menjemput puncak kenikmatan sejatinya.
Kembali Widya menjerit-jerit, “Aahhh.., essshttt… ituu..! Yahh.. ituu..! Aduuhhh.. enakkhh… enak banget..! Aahh.. esshhtt… aduuhhh.. ini sayangg..! Yaaahh.., ini aku keluarin ya..? Oouuuffssshhtt… nikmatt sekaliiii.., yaaahhh..!”

Benar saja, beberapa detik setelah itu, terasa di lidahku semburan hangat cairan lendir itu keluar tertangkap di ujung lidahku, mengalir menerobos masuk ke dalam mulutku, terus menyerbu ke dalam kerongkonganku dan langsung kutelan. Benar seperti yang dikatakan Widya, lendir bening yang dikeluarkan lubang kemaluannya benar-benar sangat lezat, gurih dan ada sedikit rasa manis bercampur asin. Sungguh suatu sensasi yang baru pertama kali kualami dalam hidupku.

Entah mungkin ada 5 atau 6 kali mulutku menangkap semburan cairan lendir yang membanjir keluar dari lubang kemaluan Widya. Saking derasnya aliran lendir itu menyembur mulutku sampai tersedak. Dan semburan cairan itu semakin melemah sampai akhirnya berhenti sama sekali, hanya berupa tetesan-tetesan saja yang tentu tidak kulewati begitu saja. Jepitan kedua paha Widya di kepalaku terasa mengendur, hingga aku dapat mengambil nafas panjang. Kuhirup udara dalam-dalam karena ada lebih semenit aku menahan nafas sampai dadaku terasa sesak. Namun pengorbanan itu kuanggap sesuai dengan sensasi dasyat yang kudapatkan melalui hisapan dan jilatan mulut serta lidahku di setiap inchi pada lubang kemaluan Widya, hingga mimpiku bisa menjadi kenyataan untuk merasakan nimatnya, lezatnya, enaknya cairan lendir yang dikeluarkan liang vagina seorang wanita.

Detik berikutnya Widya merebahkan tubuhnya di atas tubuhku, dengan posisi pinggulnya masih menindih dadaku, punggungnya menindih batang kemaluanku tapi kepalanya di atas kakiku dan kedua kakinya menjuntai lurus melewati atas kepalaku. Sementara tubuhku bagian atas mulai dari dada hingga wajah basah oleh cairan lendir yang hangat, terasa melekat pada pori-pori di permukaan kulitku. Dada Widya terlihat naik turun beriringan dengan nafasnya yang naik turun sisa dari kenikmatan yang baru saja dicapainya.

Selang beberapa menit kemudian setelah nafasnya mulai teratur, Widya bangkit dari tubuhku, dan dapat kulihat dengan jelas raut wajahnya yang memerah, dengan rambut yang berantakan, namun justru menambah keseksiannya.
Sambil tersenyum manis, dia berkata kepadaku, “Ouhhh Pram.., aku benar-benar nggak menduga, kamu begitu lihai dengan permainan mulutmu, padahal kamu belum pernah selain dengan aku kan..? Apa kamu bohong ya..?”
Aku menyahutnya dengan serius, “Lho kok nggak percaya Mbak..? Memang aku sudah pernah punya pacar 2 kali, tapi demi Tuhan, pacaranku sebatas ciuman thok..! Nggak lebih, swear Mbak..!”
Widya tersenyum geli melihat kepolosanku, “Iya.. ya.. aku percaya..! Lagian seandainya kamu bohong pun, aku nggak keberatan kok, masa bodo..! Yang penting aku enak, habis mulut dan lidah kamu itu lho bikin aku terbang ke awang-awang, nggak tau deh kalau senjata kamu itu bisa juga bikin aku terbang melayang nggak…”

Widya menanggapi keseriusanku dengan kerlingan nakal matanya yang menggoda. Tetapi habis berkata begitu, tangannya meraih batang kemaluanku yang dari tadi berdenyut-denyut. Diusapkannya perlahan batang rudalku dengan jari-jarinya yang lembut. Aku berdebar menanti aksi Widya selanjutnya. Setelah puas mengurut dan meremas-remas kemaluanku, Widya memposisikan tubuhnya berjongkok di atas perutku. Aku masih menduga-duga apa yang akan dilakukannya. Sepertinya dia akan menyusupkan batang kemaluanku pada lubang vaginanya dengan posisi seperti itu. Dadaku semakin berdebar menanti saat-saat dimana aku akan merasakan pertama kali dalam hidupku bagaimana nikmatnya bersanggama dengan seorang wanita.

Tinggalkan komentar